Selasa, 26 November 2013

Yang Terus Berulang

If you repeated something over and over again it loses its meaning”, 

Apakah hal itu benar-benar terjadi atau hanya omong kosong dari orang yang bosan saja?

Coba saja. Cobalah ucapkan kata favoritmu sebanyak dua puluh kali atau lebih dan rasakan apa yang terjadi. Saya akan menggunakan kata ‘langit’ sebagai contohnya.

Langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit langit …

Cobalah rasakan sendiri. Di pengucapan kesekian kau pasti mulai merasa aneh. Mungkin bertanya, “Mengapa disebut langit ya?” atau “Mengapa kita mengucapkan langit?”, seakan ‘langit’ adalah sebuah kata yang asing, seakan ia terlepas dari makna yang kau ketahui selama ini. Sebuah kata yang kosong. Pada derajat tertentu, kekosongan makna itu akan membuatmu bingung atau bahkan menimbulkan kengerian tersendiri.

Fenomena tersebut ternyata sudah menjadi bahan kajian para peneliti sejak tahun 1960 dan pada tahun 1962, Leon Jakobovits mengemukakan frasa semantic satiation sebagai nama dari fenomena tersebut dalam disertasi doktornya di McGill University, Montreal, Canada. Semantic satiation itu sendiri didefinisikan sebagai pengalaman subyektif akan hilangnya makna kata sebagai hasil dari inspeksi (pemeriksaan) dan repetisi (pengulangan) kata itu secara berkepanjangan.

Salah satu penjelasan terhadap fenomena ini didasarkan pada pendekatan persepsi-Gestalt. Menurut pandangan tersebut, pengulangan pengucapan kata selalu diikuti dengan representasi yang dihubungkan dengan respon berupa identifikasi arti kata. Namun pada saat yang bersamaan, terjadi inhibisi (penghambatan) reaktif yang terus menurunkan intensitas respon terhadap pengucapan kata seiring dengan pengulangan yang terjadi. Hingga pada akhirnya, respon (yang bekerja untuk memaknai kata) pun terhenti pada jumlah pengulangan tertentu dan membuat seakan-akan kata tersebut kehilangan maknanya, meski hanya sementara.

Selain itu, ada pula penjelasan lain tentang fenomena ini dari sudut pandang neuropsikologi, walaupun tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Jadi, pengulangan kata atau pengulangan verbal merangsang pola saraf spesifik dalam korteks yang berkorespondensi dengan arti kata. Pengulangan yang cepat membuat aktivitas sensorimotor feriferal dan aktivasi saraf pusat bekerja terus menerus tanpa henti lalu menyebabkan reaksi inhibisi yang mengurangi korespondesi tersebut setiap sebuah kata diucapkan berulang.

Sederhananya, kita bisa menganalogikan sistem saraf sebagai pelayan di sebuah restoran. Pengucapan kata adalah pesanan dari pelanggan dan pemaknaan kata adalah makanan yang dipesan. Bayangkan jika sang pelayan harus merespon pesanan secara berulang kali dalam waktu yang singkat, tentunya ia akan kewalahan lalu tak lagi mampu mengantarkan pesanan. Begitu juga otak kita. Selain itu, semantic satiation juga bisa dianalogikan  sebagai metode filter spam yang dimiliki oleh otak. Jika terlalu banyak pesan tak berguna masuk, maka secara otomatis akan dihalangi atau diteruskan ke tempat sampah.

Seperti kata yang lainnya, mungkin ‘cinta’ juga akan kehilangan maknanya jika terlalu sering diucapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar